banner 720x220

Ketika Partai Diam: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kekosongan Kursi Wakil Bupati Ciamis?

Kolom Esai Kondusif, Opini by : Arif

Gambar Ilustrasi

KONDUSIF – Sudah lebih dari delapan bulan berlalu sejak masyarakat Kabupaten Ciamis mengikuti pilkada yang penuh kejanggalan sekaligus duka mendalam. Pilkada itu hanya diikuti satu pasangan calon, Herdiat Sunarya dan Yana D. Putra, melawan “kotak kosong.” Mereka menang. Namun dua hari sebelum hari pemungutan suara, tepatnya Senin, 25 November 2024, calon wakil bupati Yana D. Putra berpulang. Kepergiannya menyisakan kekosongan bukan hanya dalam struktur pemerintahan, tetapi juga dalam kepercayaan publik terhadap tanggung jawab politik para pihak yang terlibat.

Lima bulan pasca pelantikan, kursi Wakil Bupati Ciamis dibiarkan kosong. Dan yang paling mencolok, kosong pula suara dan gerak dari partai pengusung utama almarhum: Partai Amanat Nasional (PAN) Ciamis.

PAN Ciamis: Ketika Diam Lebih Nyaring dari Pernyataan

Yana D. Putra bukan sosok sembarangan. Ia bukan hanya calon wakil bupati, tetapi juga Ketua DPD PAN Ciamis, kader senior yang sudah mau dua periode mendampingi Herdiat Sunarya. Dialah wajah PAN di Galuh. Namun setelah wafatnya Yana, PAN justru seperti kehilangan orientasi. Tidak ada pernyataan resmi, tidak ada usulan nama pengganti, tidak ada inisiatif politik. Bahkan empati pun terasa hilang dari tubuh partai ini.

Yang menyakitkan bukan hanya diamnya PAN sebagai institusi, tapi juga heningnya para elit yang dulu bersorak dalam kemenangan. Partai yang dulunya bersikeras mempertahankan duet Herdiat–Yana seolah tak lagi peduli ketika pendamping itu telah tiada. Masyarakat tentu bertanya: adakah tanggung jawab moral? Apakah PAN begitu miskin kader hingga tak satu pun nama mampu mereka ajukan?

Mengabaikan Warisan, Melupakan Amanah

Kekosongan ini sebenarnya tidak hanya menyangkut teknis pemerintahan. Ia menyangkut rasa hormat. Rasa hormat pada almarhum Yana D. Putra, pada perjuangan yang ia tinggalkan, dan pada harapan rakyat yang memilih mereka berdua. Masyarakat tidak lupa bahwa pasangan ini diusung oleh 18 partai politik, tetapi dominasi pengaruh politik almarhum berasal dari PAN. Maka mestinya PAN berdiri di barisan depan, bukan malah bersembunyi di balik keheningan.

Apakah ini pertanda bahwa PAN takut pada dinamika kekuasaan? Ataukah mereka justru sedang menunggu sinyal dari aktor-aktor di belakang layar, dan mengorbankan waktu serta perasaan publik demi kompromi politik belaka?

Di Mana Etika Politik?

Politik bukan hanya soal menang dan duduk di kursi kekuasaan. Ia juga soal tanggung jawab, empati, dan penghargaan terhadap nilai-nilai perjuangan. Almarhum Yana adalah figur yang disegani dan dicintai. Mengabaikan proses pengisian kursi yang ditinggalkannya, apalagi oleh partainya sendiri, adalah bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai itu.

PAN Ciamis, dengan segala mesin politik dan kekuatan yang dimilikinya, seharusnya menjadi garda terdepan dalam menyelesaikan kekosongan ini. Tidak cukup hanya hadir saat kampanye. Kepemimpinan diuji bukan saat kampanye, tapi saat krisis dan dalam ujian ini, PAN sedang gagal menunjukkan kelasnya.

banner 720x220
Penulis: Arif

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *