Jakarta, Kondusif – Pasar modal Indonesia mengalami goncangan hebat. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga 6,12 persen pada sesi perdagangan Selasa (18/3/2025), menutup sesi di level 6.076,08. Kejatuhan indeks yang drastis ini memaksa Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan trading halt selama 30 menit, setelah IHSG menyentuh batas penurunan 5 persen.
Tekanan di pasar saham juga diperburuk oleh sentimen negatif dari dalam dan luar negeri. Investor asing menarik dana besar-besaran, tercatat sebesar Rp 26,92 triliun secara year to date (ytd). Di sisi lain, nilai tukar rupiah juga melemah 0,34 persen ke level Rp 16.462 per dolar AS.
Sri Mulyani Bantah Mundur dari Kabinet
Di tengah kekacauan pasar, beredar kabar bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani akan mundur dari jabatannya. Isu ini semakin memperkeruh kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi Indonesia. Namun, dalam konferensi pers di Jakarta, Sri Mulyani dengan tegas membantah rumor tersebut.
“Saya ingin menegaskan bahwa saya masih berada di sini, menjalankan tugas sebagai Menteri Keuangan. Banyak rumor yang beredar, tetapi saya tetap fokus mengelola APBN dan menjaga keuangan negara,” ujar Sri Mulyani, Selasa (18/3).
Sri Mulyani memastikan bahwa kondisi fiskal Indonesia memang menghadapi tantangan, tetapi pemerintah berkomitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi.
“APBN adalah instrumen utama dalam mencapai target pembangunan Presiden Prabowo. Kami di Kementerian Keuangan tetap bekerja keras untuk menjaga kredibilitas keuangan negara,” tambah Sri Mulyani.
Penyebab IHSG Jatuh, Sri Mulyani : Faktor Global dan Ketidakpastian Domestik
Pengamat pasar modal Ibrahim Assuaibi menilai bahwa kejatuhan IHSG tidak bisa dilepaskan dari kondisi global yang kurang kondusif. Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya semakin memicu ketidakpastian ekonomi dunia.
“IHSG mengalami penurunan cukup signifikan, hampir 4,9 persen. Ini akibat tekanan eksternal dan respons investor terhadap situasi global yang semakin tidak menentu,” ujar Ibrahim.
Dari dalam negeri, situasi ekonomi juga tak kalah memprihatinkan. Defisit anggaran yang melebar, kebijakan pemerintah yang dianggap kurang realistis, serta berbagai isu korupsi menjadi faktor yang memperburuk kepercayaan investor.