Bekasi, Kondusif.com – Minat masyarakat, khususnya generasi muda, untuk menimba ilmu di pesantren kian hari kian menurun. Apa yang sebenarnya terjadi?
Fenomena yang Mulai terlihat, sebagai tempat pendidikan berbasis agama yang telah melahirkan banyak tokoh penting, ponpes sejatinya memiliki daya tarik unik. Namun, data dari beberapa ponpes di Kabupaten Ciamis menunjukkan tren yang cukup mengkhawatirkan. Jumlah santri baru yang mendaftar di tahun 2024 turun hingga 20 persen apabila kita bandingkan dengan tahun sebelumnya.
Menurut H. Ahmad Yusuf, seorang pengasuh Ponpes di Ciamis, fenomena ini mulai terasa dalam lima tahun terakhir.
“Dulu, setiap tahun kami bisa menerima 200-300 santri baru. Sekarang, paling hanya sekitar 150 santri. Orang tua sekarang lebih banyak memilih sekolah umum atau bahkan homeschooling untuk anak-anaknya,” ujarnya kepada tim Kondusif.com Selasa, (28/1/2025).
Mengapa Minat Masyarakat Menurun?
Ada beberapa alasan yang disoroti oleh para ahli dan pelaku pendidikan pesantren. Di antaranya, persepsi yang Konservatif. Banyak orang yang menganggap Ponpes itu kaku dan tidak relevan dengan kebutuhan zaman.
“Banyak orang tua berpikir pesantren itu hanya fokus pada ilmu agama saja, padahal sekarang kurikulum pesantren sudah sangat modern dan mengintegrasikan pendidikan umum,” jelas Dr. Taufiq Hidayat, pakar pendidikan Islam dari Universitas Islam Negeri Bandung saat dimintai keterangan oleh Kondusif.com melalui sambungan telepon WhatsApp.
Lebih lanjut, Ia mengatakan, generasi muda saat ini lebih terpesona dengan gaya hidup modern dan berbagai kemudahan yang ditawarkan teknologi. Pasalnya, menjadi santri berarti harus beradaptasi dengan aturan ketat, mulai dari jam belajar hingga pembatasan penggunaan gadget. Hal ini menjadi tantangan besar di tengah kebebasan yang ditawarkan dunia luar.
Di samping itu, lanjut Dia, banyak ponpes kurang aktif mempromosikan keunggulan mereka kepada masyarakat. Dia mengakui bahwa beberapa pondok binaannya, belum memanfaatkan media sosial secara maksimal untuk menarik perhatian generasi muda.
Siti Nurhayati (38), seorang ibu dari dua anak di Ciamis, mengaku sempat ragu memasukkan anaknya ke pesantren.
“Saya takut anak saya nanti sulit bersaing di dunia kerja kalau hanya belajar di pesantren. Tapi setelah saya lihat ada pesantren yang mengajarkan IT dan bahasa asing, akhirnya saya berubah pikiran,” katanya.