Di sisi lain, regulasi tentang UKW melalui Peraturan Dewan Pers Nomor 1/PERATURAN-DP/II/2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan.
Regulasi ini mengharuskan wartawan untuk mengikuti UKW agar diakui kompetensinya.
Namun, dalam praktiknya, tidak semua wartawan tersertifikasi mampu menjalankan tugas jurnalistik dengan baik.
Sebaliknya, banyak wartawan tanpa UKW justru memiliki keterampilan investigasi dan wawasan yang lebih tajam dalam menghasilkan berita berkualitas.
Kesimpulan: Kompetensi Lebih dari Sekadar Sertifikasi
UKW bisa menjadi alat untuk meningkatkan standar kompetensi wartawan, tetapi bukan satu-satunya jaminan atas kualitas jurnalistik.
Pengalaman di lapangan, pemahaman terhadap kode etik, serta dedikasi terhadap kebenaran berita tetap menjadi faktor utama yang menentukan kualitas seorang wartawan.
Sebagai pembaca, masyarakat perlu lebih cermat dalam menilai kualitas berita berdasarkan isi dan kedalaman informasi yang disampaikan.
Tentu saja, bukan sekadar melihat apakah wartawannya telah tersertifikasi atau belum.
Sementara itu, industri media harus lebih menekankan pada praktik jurnalistik yang profesional ketimbang sekadar memenuhi persyaratan administratif.
Jika regulasi tetap mengutamakan sertifikasi tanpa mempertimbangkan kualitas nyata di lapangan, maka ada risiko bahwa dunia jurnalistik akan penuh dengan wartawan yang hanya mengandalkan sertifikat tanpa kompetensi yang mumpuni.
Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme sertifikasi wartawan agar lebih mencerminkan kualitas jurnalistik yang sebenarnya.