banner 720x220
News  

Perda Kawasan Tanpa Rokok di Ciamis: Regulasi Tegas, Realisasi Lemah?, Pegawai KCD XIII Santai Ngebul

Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Provinsi Wilayah XIII menjadi salah satu sorotan. Ruangan yang sudah ditempeli stiker larangan merokok seolah tak berarti. Beberapa pegawai tetap saja asyik menghisap rokok, tanpa menghiraukan aturan yang terpampang jelas di depan mata.

Stiker dilaranh merokok. Foto : istimewa
Stiker dilarang merokok. Foto: Istimewa

“Aturan dibuat untuk ditegakkan, bukan sekadar formalitas,” tegasnya.

Sanksi Tegas, Tapi Siapa yang Kena?

Jika merujuk pada isi Perda KTR, sanksi bagi pelanggar sebenarnya cukup tegas. Individu yang kedapatan menghisap rokok di kawasan terlarang bisa dikenai denda administratif sebesar Rp2.500.000. Tak hanya itu, kartu identitas mereka juga bisa ditahan sebagai bentuk sanksi tambahan.

Bukan hanya individu, pengelola kawasan yang tidak memasang tanda larangan merokok atau lalai dalam menegakkan aturan juga dapat dikenakan biaya paksaan penegakan hukum sebesar Rp5.000.000. Bahkan, jika dalam waktu 1×24 jam denda tersebut tidak disetorkan ke kas daerah, pemerintah berhak mempublikasikan pelanggaran tersebut melalui media massa.

“Pertanyaannya sekarang, sejauh mana sanksi ini benar-benar ditegakkan? Apakah ada pegawai yang sudah dikenai denda? Apakah ada instansi yang sudah dipublikasikan sebagai pelanggar? Atau aturan ini hanya sekadar ancaman di atas kertas?,” ucapnya.

Kesadaran Kolektif atau Hanya Formalitas?

Muhamad Alif menegaskan bahwa inti dari Perda KTR bukan sekadar soal sanksi, tetapi membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya lingkungan sehat. Namun, ia pesimistis jika pelaksanaan aturan ini masih tebang pilih.

“Para pelaku itu mesti diberikan sanksi. Masyarakat sudah muak dengan kemunafikan. Mereka yang buat aturan, mereka juga yang langgar,” tandasnya.

Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah tegas, kata dia, dikhawatirkan masyarakat akan semakin apatis terhadap regulasi ini. Perda KTR yang seharusnya menjadi instrumen untuk menciptakan lingkungan sehat justru bisa kehilangan wibawanya.

“Pada akhirnya, apakah aturan ini benar-benar untuk kepentingan masyarakat atau hanya sekadar formalitas belaka? Waktu yang akan menjawab,” tandasnya.

Hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan dari Dinas terkait. Pasalnya, Kepala KCD XIII dikenal luas seorang sosok pejabat publik yang cukup sulit ditemui oleh kalangan masyarakat apalagi oleh awak media.

banner 720x220

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *