Namun, berbeda dengan Ridwan (45), seorang pekerja kantoran di Tasikmalaya. Ia lebih memilih menyekolahkan anaknya di sekolah internasional.
“Sekarang dunia sudah global. Kalau pesantren bisa menjamin anak saya menguasai teknologi dan berbahasa Inggris dengan baik, mungkin saya akan mempertimbangkan.”ujarnya.
Kurangnya Promosi Pesantren
Pihak pesantren kini dituntut untuk lebih proaktif dalam menyikapi perubahan zaman.
“Kami sedang mencoba membuat program unggulan seperti pelatihan digital marketing dan kelas coding untuk santri. Harapannya, ini bisa menarik minat lebih banyak generasi muda,” ujar Ahmad Yusuf.
Selain itu, Dr. Taufiq Hidayat menyarankan agar pemerintah lebih banyak memberikan dukungan kepada pesantren, terutama dalam penyediaan fasilitas modern.
“Pesantren juga perlu berkolaborasi dengan institusi lain untuk meningkatkan kualitas pendidikan.”
Meski menghadapi tantangan besar, pesantren tetap memiliki tempat istimewa di hati masyarakat Indonesia. Dengan inovasi dan penyesuaian terhadap kebutuhan zaman, lembaga ini banyak yang meyakini mampu kembali menjadi magnet bagi generasi muda.
“Pesantren itu bukan hanya tempat belajar, tapi juga tempat membangun karakter. Tantangan ini bukan berarti akhir, melainkan awal dari kebangkitan baru,” tutup Ahmad Yusuf optimis.