KONDUSIF – Saat Lebaran tiba, hidangan khas yang hampir selalu hadir di meja makan masyarakat Indonesia adalah ketupat. Makanan berbentuk anyaman segi empat dari daun kelapa ini bukan sekadar pengganti nasi, tetapi juga memiliki makna mendalam dalam budaya dan tradisi umat Muslim di Nusantara. Bagaimana asal-usul ketupat lebaran? Apa maknanya dalam perayaan Idul Fitri? Mari kita telusuri lebih jauh.
Makna Filosofis Ketupat
Dalam budaya Jawa, ketupat atau “kupat” berasal dari frasa “ngaku lepat”, yang berarti mengakui kesalahan. Filosofi ini menggambarkan esensi Lebaran sebagai momen saling memaafkan dan kembali ke fitrah.
Selain itu, ketupat juga memiliki makna “laku papat” atau empat laku kehidupan yang direpresentasikan dalam bentuknya yang bersisi empat:
- Lebaran – Berasal dari kata lebar, yang bermakna terbukanya pintu maaf untuk sesama.
- Luberan – Dari kata luber, yang berarti melimpah, mencerminkan anjuran berbagi rezeki dan bersedekah.
- Leburan – Bermakna melebur dosa, sebagaimana umat Islam berharap kesalahan mereka diampuni setelah sebulan berpuasa.
- Laburan – Berasal dari kata kapur, melambangkan kesucian dan kembalinya manusia dalam keadaan fitrah setelah Ramadhan.
Sejarah Ketupat Lebaran di Indonesia
Ketupat bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga bagian dari sejarah panjang Islam di Nusantara. Sejarawan Agus Sunyoto dalam NU Online menyebutkan bahwa tradisi Lebaran Ketupat berasal dari ajaran Islam yang menganjurkan puasa enam hari di bulan Syawal setelah Ramadhan. Orang yang menjalankannya dianggap mencapai kesempurnaan ibadah, yang dalam bahasa Jawa disebut kupat atau ketupat.
Pada abad ke-15, tradisi ini semakin populer berkat Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo yang menyebarkan Islam di Pulau Jawa. Ia memperkenalkan ketupat sebagai simbol penyucian diri dan bentuk dakwah yang mudah diterima masyarakat saat itu. Ketupat pun menjadi bagian dari perayaan Lebaran Ketupat yang dilakukan seminggu setelah Idul Fitri.