Pertemuan teknis kedua yang dihadiri oleh seluruh BU swasta Vivo, AKR, Exxon, BP, dan Shell juga menghasilkan komitmen awal untuk mengajukan kebutuhan kuota tambahan.
Beberapa perusahaan masih menunggu persetujuan dari kantor pusat global mereka, namun pada prinsipnya seluruh BU swasta sepakat mendukung kebijakan pemerintah.
“Harapan kami, informasi kebutuhan pasokan segera masuk sehingga penyaluran ke masyarakat bisa lebih lancar. Ini bentuk nyata kolaborasi pemerintah, Pertamina, dan BU swasta untuk melayani masyarakat,” kata Roberth.
Menjaga Neraca Perdagangan dan Pasokan Nasional
Pengaturan impor BBM ini mengacu pada Pasal 14 ayat (1) Perpres Nomor 61 Tahun 2024 tentang Neraca Komoditas, yang memberi kewenangan kepada Menteri atau Kepala Lembaga menetapkan rencana kebutuhan komoditas strategis.
Dengan regulasi ini, pemerintah berharap dapat menekan defisit akibat impor migas sekaligus menjaga cadangan strategis nasional.
Data Kementerian ESDM mencatat, pangsa pasar BBM nonsubsidi di SPBU swasta justru naik 11% pada 2024 dan menembus 15% hingga Juli 2025.
Kenaikan ini menandakan impor tetap berjalan seiring tingginya permintaan, sehingga perlu pengaturan agar sejalan dengan stabilitas perdagangan nasional.
Saat ini, Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter.
Dari jumlah itu, dialokasikan 571.748 kiloliter untuk memenuhi kebutuhan tambahan SPBU swasta hingga Desember 2025.
Dengan adanya mekanisme baru ini, pemerintah menegaskan ketersediaan BBM nasional tetap aman dengan stok 18–21 hari, sekaligus menjaga kepentingan masyarakat dari sisi harga dan kualitas.