banner 720x220

Sulam Kopi: Aroma Tradisi dari Ulu Belu Menuju Ciamis

Semua dilakukan dengan tangan-tangan yang akrab dengan tanah sejak lama—bukan mesin-mesin raksasa, bukan industri tak berwajah.

“Saat ini kami masih olah di Lampung karena keterbatasan alat di sini. Tapi saya bermimpi, suatu saat semua proses bisa dilakukan di Ciamis.”

Sulam Kopi: Ketika Rasa Menyatukan Dua Dunia

Lebih lanjut, kopi buatannya ia beri nama Sulam Kopi. Nama yang penuh makna: Sunda dan Lampung. Sebuah perpaduan rasa dan akar yang tak bisa dipisahkan.

“Kopi saya ditanam di Lampung, tapi saya hidup di tanah Sunda. Jadi saya pikir, kenapa tidak satukan saja dua identitas ini dalam secangkir kopi?” katanya sambil tersenyum penuh harap.

Dengan demikian, Sulam Kopi tak sekadar produk. Ia adalah jembatan kenangan, pengikat dua identitas yang hidup dalam diri Mulayono.

Dari label yang sederhana, lahir harapan besar: menghadirkan kopi robusta yang otentik, kuat, dan jujur ke meja-meja warga Ciamis, dan suatu saat, ke lidah-lidah Nusantara.

Bukan Sekadar Kopi, Tapi Identitas

Mulayono juga bukan sekadar penjual kopi. Ia penjaga warisan. Penutur kisah yang tidak ingin terlupakan.

Di tengah gelombang kopi modern yang seringkali kehilangan akar, Sulam Kopi hadir sebagai pengingat bahwa setiap seduhan punya cerita.

Cita-cita Mulayono bukan soal keuntungan semata. Ia ingin membangun pusat produksi di Ciamis, melibatkan warga sekitar, mengajak mereka merasakan bahwa kopi adalah identitas bukan hanya komoditas.

“Kalau bisa diolah sendiri di sini, saya ingin melibatkan masyarakat sekitar. Agar mereka tahu dan merasakan bahwa kopi itu juga milik mereka.”

Cinta yang Tumbuh dari Seduhan

Sulam Kopi mungkin belum sehebat merek-merek besar. Tapi dari dusun yang tenang, kopi ini menyusup perlahan bukan hanya ke cangkir, tapi ke hati para penikmat kopi sejati.

Kopi ini juga tak dijual dengan embel-embel gemerlap. Ia dijual dengan kejujuran rasa, dengan kenangan masa kecil, dan dengan cinta seorang anak petani kopi yang tak pernah melupakan akarnya.

“Saya menjual kopi 100 gram seharga 35 ribu, dengan kualitas premium. Ke depan, saya ingin juga menghadirkan varian kopi dengan kualitas medium,” pungkasnya.

Dari akar yang jauh di Lampung, ke tanah yang kini jadi rumahnya di Ciamis Sulam Kopi adalah cerita tentang pulang, tentang menyatukan yang lama dengan yang baru, dan tentang menyeduh harapan dalam secangkir kopi.

banner 720x220

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *