Menurutnya, dugaan keterlibatan lebih banyak anggota DPR muncul dari keterangan Satori, yang menyebut bahwa dana korupsi dana CSR BI menjangkau seluruh anggota DPR Komisi XI periode 2019-2024 dan diduga tidak digunakan sesuai peruntukannya.
“Ada keterangan dari Saudara S (Satori), yang sedang kami dalami. Indikasi awal menunjukkan bahwa dana CSR tersebut tidak dipergunakan sebagaimana mestinya,” jelas Asep.
Modus Penyaluran Dana CSR
KPK menemukan adanya dua skema dalam penyaluran korupsi dana CSR BI. Skema pertama, dana disalurkan ke yayasan yang direkomendasikan oleh anggota DPR, sering kali terkait dengan keluarga atau orang terdekat.
“CSR tetap harus disalurkan melalui yayasan. Pertanyaannya, apakah yayasan tersebut memang layak menerima atau sekadar direkomendasikan oleh pihak tertentu?” ungkap Asep.
Skema kedua lebih mengarah pada penggunaan yayasan yang dimiliki langsung oleh anggota DPR atau pihak yang terafiliasi dengan mereka. Namun, KPK masih mendalami apakah yayasan tersebut benar-benar digunakan untuk kepentingan sosial atau hanya sebagai kedok pencairan dana.
“Kemungkinan ada yayasan fiktip khusus atau melibatkan orang dalam. Misalnya, seorang anggota DPR memiliki yayasan sendiri, lalu mengalirkan dana CSR ke sana. Ini yang sedang kami telusuri,” tambahnya.
Meskipun demikian, KPK belum mengungkap jumlah pasti yayasan yang menerima dana CSR BI. Beberapa yang terdaftar dalam pemeriksaan adalah yayasan anak yatim dan yayasan kaum dhuafa. Namun, apakah dana benar-benar sampai ke penerima manfaat, atau justru menguap di tangan oknum tertentu, masih menjadi tanda tanya besar.
Kasus korupsi dana CSR BI ini terus berkembang, dan publik menantikan langkah tegas KPK dalam mengungkap kebenaran di balik dugaan penyimpangan dana CSR Bank Indonesia.
Respon (1)