“Bagaimana cara menghilangkan loyalitas ganda ini? Jika penempatan prajurit di birokrasi memang memberi manfaat, apakah ada data ilmiah yang mendukungnya?” tanyanya.
Menanggapi hal ini, Dr. Ismail Hasani dari Setara Institute menekankan perlunya pendekatan human security dalam revisi UU TNI. Menurutnya, konsep keamanan tidak hanya berkutat pada aspek militer, tetapi juga mencakup keamanan sosial, ekonomi, dan kemanusiaan.
“Kita tidak bisa terus-menerus menempatkan prajurit aktif di jabatan sipil tanpa dasar hukum yang jelas. Jangan sampai kita membiarkan kebijakan berjalan dulu baru mencari dasar hukumnya. Itu berbahaya bagi sistem hukum kita,” tegasnya.
Menuju Kebijakan yang Lebih Adaptif
Pada akhir diskusi, Desy Ratnasari menegaskan perlunya kebijakan yang fleksibel tetapi tetap berpihak pada kepentingan masyarakat. Revisi UU TNI diharapkan mampu menghadirkan aturan yang lebih adaptif, dengan tetap menjaga keseimbangan antara kepentingan sipil dan militer.
Pembahasan ini menjadi bagian dari upaya DPR RI dalam memastikan bahwa setiap perubahan regulasi benar-benar membawa manfaat nyata bagi negara dan masyarakat, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum.