“Saya mohon maaf untuk ibu saya karena sudah membuat khawatir, saya pergi tanpa memberi kabar.”
Trauma Kolektif di Balik Kepanikan
Respon berlebihan publik bukan tanpa alasan. Indonesia masih menyimpan luka sejarah soal penghilangan paksa.
Setiap kabar orang hilang pasca-demo otomatis memicu trauma kolektif.
Fenomena serupa pernah terjadi pada 2024, saat masyarakat heboh dengan kabar hilangnya Mang Yana di Cadas Pangeran.
Saat itu, rumor mistis tentang “oray koneng” alias ular gaib sempat mengguncang jagat maya, sebelum akhirnya terungkap bahwa cerita tersebut hanya rekayasa.
Kasus Bima dan Eko pun pada akhirnya berujung sama: publik panik, isu meluas, padahal faktanya jauh lebih sederhana.
PR Besar Soal Orang Hilang
Meski kisah Bima dan Eko sudah tuntas, persoalan orang hilang di Indonesia belum selesai.
KontraS masih mencatat nama lain yang hingga kini belum ditemukan, di antaranya Muhammad Farhan Hamid dan Reno Syahputradewo.
Fakta ini mengingatkan bahwa isu orang hilang bukan sekadar cerita viral sesaat.
Ada problem struktural yang masih menunggu penyelesaian, dan kepercayaan publik hanya bisa terjaga jika negara konsisten menghadirkan keadilan.