KONDUSIF – Metamfetamina, atau yang lebih dikenal dengan nama sabu-sabu, bukanlah zat baru dalam dunia farmasi. Awalnya, senyawa ini ditemukan bukan untuk kepentingan rekreasional, melainkan sebagai obat yang memiliki efek stimulasi kuat. Seiring berjalannya waktu, metamfetamina berubah dari obat medis menjadi narkotika berbahaya yang kini banyak diperjualbelikan secara ilegal di seluruh dunia.
Awal Penemuan dan Penggunaan Militer
Penelitian terhadap zat stimulan ini dimulai sejak akhir abad ke-19. Amfetamina pertama kali disintesis pada tahun 1887 oleh seorang ahli kimia Rumania, Lazăr Edeleanu. Selang beberapa tahun kemudian, pada 1893, seorang ilmuwan Jepang bernama Nagai Nagayoshi berhasil mengembangkan turunan dari senyawa tersebut, yaitu metamfetamina. Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Akira Ogata pada 1919, yang berhasil membuatnya dalam bentuk kristal dengan menggunakan reduksi efedrina.
Namun, metamfetamina baru benar-benar digunakan secara luas saat Perang Dunia II. Pada 1938, Jerman mulai memproduksi metamfetamina dalam jumlah besar dengan nama dagang Pervitin, yang diproduksi oleh perusahaan farmasi Temmler di Berlin. Obat ini menjadi andalan tentara Nazi karena kemampuannya membuat prajurit tetap terjaga dalam waktu lama serta meningkatkan daya tahan fisik mereka di medan perang.
Pervitin bahkan mendapat julukan di kalangan pasukan Jerman, seperti “Stuka-Tablets” dan “Hermann-Göring-Pillen”, merujuk pada kecanduan salah satu petinggi Nazi, Hermann Göring. Namun, efek samping yang parah, termasuk kecanduan dan gejala putus obat yang hebat, membuat penggunaannya akhirnya dibatasi pada 1941.
Sejarawan Łukasz Kamieński menggambarkan dampak buruk Pervitin terhadap tentara Jerman:
“Seorang prajurit yang akan berperang di bawah pengaruh Pervitin biasanya mendapati dirinya tidak dapat bekerja secara efektif untuk satu atau dua hari berikutnya. Ia mengalami mabuk narkoba dan lebih terlihat seperti zombie daripada pejuang yang hebat.”