banner 720x220
News, Opini  

Menyoal Kekosongan Wakil Bupati Ciamis: Ini Akar Masalahnya

Endin Lidinillah, Wakil Rektor I Universitas Islam KH. Ruhiat (UNIK) Cipasung Tasikmalaya (Dosen Fakultas Syariah UNIK, pemerhati hukum dan demokrasi lokal)
Endin Lidinillah, Wakil Rektor I Universitas Islam KH. Ruhiat (UNIK) Cipasung Tasikmalaya (Dosen Fakultas Syariah UNIK, pemerhati hukum dan demokrasi lokal)

Sementara itu, Wamendagri Bima Arya dalam keterangannya menyatakan bahwa mekanisme sudah jelas.

“partai pengusung mengusulkan dua nama ke DPRD untuk dipilih.”

Namun pernyataan itu tampaknya tidak membaca konteks utuh.

Regulasi yang disebutkan berlaku untuk kondisi normal, bukan untuk kondisi force majeure seperti meninggalnya calon sebelum pelantikan.

Jadi, pertanyaannya bukan sekadar “kapan” posisi Wabup diisi, tetapi “dengan dasar hukum yang mana?”.

Jika semua aturan berlaku untuk kondisi yang tidak sama, maka kita sedang berbicara dalam kekosongan hukum (legal vacuum).

Lalu, apa solusinya?

Saya melihat dua jalan keluar konstitusional yang dapat ditempuh:

1. Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi

Langkah ini diperlukan untuk menguji konstitusionalitas Pasal 54 dan 176 UU 10/2016 terhadap Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yang menjamin kepastian hukum yang adil.

Dengan gugatan ini, Mahkamah dapat memberi tafsir yang lebih progresif dan membuka ruang konstitusional untuk pengisian jabatan Wabup dalam kasus serupa.

2. Perubahan Undang-Undang

DPR RI melalui mekanisme legislasi dapat mengajukan revisi terhadap UU 10/2016 untuk menambahkan pasal yang secara eksplisit

Mengatur pengisian jabatan wakil kepala daerah yang kosong karena calon meninggal dunia sebelum pelantikan.

Sampai hal itu terjadi, maka siapa pun yang ingin “mengisi” kekosongan jabatan Wabup Ciamis harus menyadari bahwa saat ini kita belum memiliki landasan hukum yang kokoh.

Mengambil tindakan tanpa dasar hukum justru membuka potensi cacat prosedural dan polemik lanjutan.

Ketika hukum tidak memberi jalan, konstitusi dan etika demokrasi harus menjadi panglima. Negara hukum tidak boleh membiarkan kekosongan terjadi terus-menerus.

Sebab kekosongan bukan hanya soal siapa yang duduk di kursi Wakil Bupati, tetapi juga soal legitimasi hukum, kepercayaan publik, dan arah demokrasi lokal kita ke depan.

 

 

Oleh: Endin Lidinillah*

Wakil Rektor I Universitas Islam KH. Ruhiat (UNIK) Cipasung Tasikmalaya

(Dosen Fakultas Syariah UNIK, pemerhati hukum dan demokrasi lokal)

Artikel ini didasarkan pada makalah yang disampaikan penulis dalam Diskusi Publik “Polemik Kekosongan Wakil Bupati Ciamis”, HMI Cabang Ciamis, 27 Mei 2025.

banner 720x220

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *