Kemudian, Ade juga menyoroti lambannya reaksi dari DPRD Kabupaten Ciamis, lembaga yang menurutnya seharusnya menjadi garda depan dalam respons kebijakan.
“Ada 50 anggota DPRD di Ciamis. Tapi kita hampir tidak mendengar suara lantang mereka menyikapi krisis ini. Ke mana mereka saat masyarakat membutuhkan keberpihakan yang nyata?” tanyanya.
Ajakan Reflektif dan Kolektif Mengatasi Krisis Moral Ciamis
Oleh karena itu, Ade menegaskan bahwa membangun moral publik tidak bisa hanya dibebankan kepada lembaga agama atau pendidikan.
Ia juga mengajak seluruh pemangku kepentingan pemerintah, DPRD, tokoh masyarakat, hingga kaum muda untuk mengambil bagian dalam perbaikan sistemik.
“Kita tidak bisa berharap perubahan hanya datang dari satu arah. Perlu gerakan kolektif. Kalau ini terus dibiarkan, Ciamis bisa kehilangan arah dan nilai-nilai dasarnya sebagai daerah yang religius dan berbudaya.”
Menurutnya, pemerintah tidak cukup hanya membentuk program formal, melainkan harus mereformasi pola pikir para pemimpinnya.
“Jika para pemimpin masih menganggap kekuasaan sebagai simbol, bukan amanah, maka perubahan hanya akan jadi mimpi. Perbaikan masyarakat dimulai dari perubahan mental elit birokrasi,” pungkasnya.