Namun, ia menegaskan bahwa aspek krusial seperti pencetakan surat suara, pengadaan TPS, dan proses rekapitulasi suara harus tetap mendapatkan dukungan anggaran yang memadai.
“Jangan sampai kita menghemat pada aspek-aspek yang justru bisa berakibat fatal. Kalau pencetakan surat suara atau rekapitulasi tidak dilakukan dengan benar, justru bisa memunculkan sengketa baru yang berujung ke Mahkamah Konstitusi (MK),” tegasnya.
PSU Digelar di 24 Daerah
Sebelumnya, MK telah mengeluarkan putusan yang mengharuskan PSU di 24 daerah setelah menyelesaikan sidang sengketa hasil Pilkada 2024. Keputusan ini diumumkan dalam sidang pleno pada Senin (24/2/2025), dengan sembilan Hakim Konstitusi menuntaskan pembacaan putusan atas 40 perkara yang diajukan.
Dari total 310 perkara yang masuk ke MK terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) 2024, sebanyak 26 permohonan dikabulkan, dengan 24 di antaranya berujung pada perintah untuk menggelar PSU.
Dengan adanya PSU di berbagai daerah, efisiensi anggaran menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah dan penyelenggara pemilu. Di satu sisi, transparansi dan kualitas pemilu harus tetap terjaga, sementara di sisi lain, pengelolaan anggaran harus dilakukan secara cermat agar tidak membebani keuangan negara.
PSU bukan sekadar pengulangan proses pemilihan, tetapi juga ujian bagi pemerintah daerah dalam mengelola anggaran secara bertanggung jawab. Semua pihak diharapkan dapat berkontribusi dalam menjaga kredibilitas demokrasi tanpa harus mengorbankan efisiensi keuangan negara.
Respon (3)