“Kami tidak akan tinggal diam. Langkah hukum ke Mahkamah Agung akan ditempuh untuk memastikan hak klien kami tidak diabaikan,” lanjutnya.
Penundaan ini, menurut Buana, mencerminkan ketidakefisienan sistem hukum Indonesia, terutama dalam pelaksanaan putusan pengadilan.
“Keadilan bukan hanya soal putusan, tetapi juga implementasi di lapangan. Ketika pelaksanaannya dihambat, keadilan itu terasa tidak nyata,” tambahnya.
Ia juga berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi sistem peradilan Indonesia.
“Keberhasilan sistem hukum dinilai dari bagaimana keadilan diwujudkan, bukan sekadar diputuskan di atas kertas. Klien kami berhak atas keadilan yang nyata,” tutup Buana.
Eksekusi ulang dijadwalkan pada 5 Februari 2025. Kuasa hukum Hj. Rukasih berharap proses kali ini berjalan lancar tanpa hambatan, dan pihaknya berkomitmen penuh untuk mengawal hingga selesai.***