Melalui jurnalisme investigatif, media dapat mengungkap pelanggaran HAM dan memberi ruang bagi korban untuk bersuara.
Setiap Klik Punya Dampak
Di sisi lain, dunia digital menciptakan dimensi baru HAM, seperti hak atas data pribadi, hak privasi, hak untuk dilupakan, dan hak akses terhadap informasi.
Namun, ia menilai ruang digital juga rentan terhadap pelanggaran baru seperti cyberbullying, doxing, hingga pengawasan berlebihan (surveillance).
“Setiap klik dan unggahan punya dampak. Netizen juga harus paham literasi digital agar tidak menjadi pelanggar HAM tanpa sadar,” tegasnya.
Dian mencontohkan, kampanye global seperti #SaveUyghur dan liputan investigatif HAM Papua menjadi bukti bahwa media bisa menjadi kekuatan besar dalam memperjuangkan kemanusiaan.
Namun sebaliknya, eksploitasi korban dalam pemberitaan kriminal juga menunjukkan sisi gelap media yang perlu dikoreksi.
“Kuncinya ada pada keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab. Media harus menegakkan etika, sementara publik perlu membangun budaya empatik dan kritis,” ujarnya.
Dian menutup materinya dengan ajakan reflektif kepada seluruh peserta.
“Pertanyaannya sekarang, apakah kita sudah menggunakan media secara etis dan beradab? Karena HAM di era digital tidak hanya tanggung jawab negara, tapi juga tanggung jawab kita semua,” tutupnya.