“Kami bukan anarko. Kami hanya ingin masuk ke gedung DPRD untuk melakukan sidang rakyat, bukan untuk merusak fasilitas umum,” tegas salah seorang koordinator aksi.
Namun, mahasiswa menyayangkan sikap aparat yang menutup rapat pintu gedung. Menurut mereka, hal itu justru memperkeruh suasana.
“Kalau pintu dibuka, narasi perjuangan kami akan sampai. Tapi dengan ditutup, suara mahasiswa terhalang,” tambah orator lainnya.
Meski situasi sempat tegang dengan adanya pembakaran ban, mahasiswa menegaskan api tersebut hanyalah simbol kekecewaan, bukan bentuk perusakan. Mereka menekankan, aksi tetap dalam koridor damai.
Hingga sore, mahasiswa masih bertahan di depan gedung DPRD, menyuarakan aspirasi dan menunggu respons dari wakil rakyat.
Mereka berharap aksi damai ini bisa membuka mata para pemangku kebijakan agar lebih terbuka mendengar suara masyarakat.