Menurut Dedi, pelanggaran Hibisc Fantasy Puncak ini bukan sekadar soal izin, tetapi juga menyangkut dampak lingkungan. Ia menegaskan bahwa meskipun pengelolanya adalah perusahaan milik Provinsi Jawa Barat, hukum harus tetap ditegakkan.
“Ini contoh bahwa siapa pun yang melanggar harus ditindak, walaupun lembaga bisnisnya milik pemerintah daerah. Kita harus kasih contoh ke warga Jawa Barat,” lanjutnya.
Dugaan Penyebab Banjir di Puncak
Tindakan tegas ini bukan tanpa alasan. Sebelumnya, Dedi menyatakan bahwa salah satu penyebab banjir bandang yang melanda Puncak, Bogor, hingga Bekasi adalah alih fungsi lahan yang tidak terkendali. Kawasan hijau yang seharusnya menjadi daerah resapan air justru berubah menjadi kawasan beton dengan villa dan tempat wisata.
Dalam sebuah unggahan video sebelumnya, Dedi mengajak masyarakat untuk kembali menghijaukan kawasan Puncak dan berhenti melakukan eksploitasi berlebihan.
“Ayo, berani nggak kita bersama-sama sulap kawasan Puncak jadi kawasan hijau lagi, bukan kawasan beton? Ributnya jangan pada waktu hujan saja, nanti pas musim kemarau malah lupa lagi,” ujar Dedi.
Jaswita Jabar Angkat Bicara
Menanggapi tindakan Gubernur, Direktur PT Jaswita Jabar, Wahyu Nugroho, menjelaskan bahwa Hibisc Fantasy Puncak memang dikelola oleh anak perusahaan mereka, PT Jaswita Lestari Jaya (JLJ), bekerja sama dengan mitra swasta dan PT Perkebunan Nusantara VIII.
Wahyu mengaku pihaknya telah mengingatkan pengelola wisata tersebut mengenai izin yang berlaku. Namun, langkah tegas dari Gubernur Dedi Mulyadi menunjukkan bahwa peringatan saja tidak cukup jika pelanggaran sudah terjadi di lapangan.
Langkah Berani, Akankah Jadi Titik Balik?
Langkah berani Dedi Mulyadi ini menjadi bukti bahwa pemerintah daerah tidak ragu menindak tegas pelanggaran, bahkan jika dilakukan oleh perusahaan milik daerah sendiri. Namun, pertanyaannya, apakah tindakan ini akan menjadi titik balik dalam penataan lingkungan di Jawa Barat?
Dengan semakin seringnya bencana banjir akibat alih fungsi lahan, upaya konservasi yang nyata dan berkelanjutan menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Jika tidak, ancaman bencana alam akan terus menghantui, dan langkah-langkah tegas seperti ini akan menjadi sia-sia jika tidak dibarengi dengan kebijakan jangka panjang yang lebih ketat.