Namun, menurut Susi, jalan menuju keberhasilan program ini tidak mudah.
Tantangan utama bukan semata soal akses atau logistik, tetapi lebih dalam: stigma dan keyakinan sosial-budaya yang melekat kuat.
“Sebagian orang tua masih meyakini bahwa imunisasi itu tidak perlu, bahkan ada yang dilarang oleh keluarga,” jelasnya.
Ini bukan sekadar tugas edukasi, tapi juga perjuangan melawan disinformasi dan ketakutan turun-temurun,” tambahnya.
Imunisasi dan Agama: Upaya Membangun Jembatan Kepercayaan
Menyikapi tantangan itu, PDA Ciamis mengambil pendekatan berbasis nilai agama.
Menurut Susi, imunisasi bukanlah hal yang bertentangan dengan ajaran Islam, justru sejalan dengan prinsip menjaga kesehatan dan mencegah penyakit sejak dini.
“Kami harap pendekatan dari kader Aisyiyah, yang juga merupakan bagian dari masyarakat dan tokoh perempuan di lingkungannya, bisa menembus sekat-sekat yang menghambat pemahaman,” tuturnya optimistis.
Imunisasi: Hak Dasar Anak yang Masih Harus Diperjuangkan
Advokasi yang dilakukan PDA Ciamis menggarisbawahi fakta bahwa masih banyak anak di Indonesia yang belum mendapatkan hak dasarnya untuk imunisasi.
Di tengah target nasional dan kampanye global tentang eliminasi penyakit menular, realitas di akar rumput menunjukkan masih adanya hambatan sosial yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan logistik atau regulasi.
Program ini menjadi contoh bahwa upaya menyehatkan anak bangsa tidak cukup hanya melalui sistem formal pemerintah.
Tapi butuh gerakan akar rumput dengan pendekatan yang personal, sensitif budaya, dan kolaboratif.