Ciamis, Kondusif – Gerhana Bulan Total (GBT) atau yang populer disebut Blood Moon akan kembali menghiasi langit Indonesia pada 7–8 September 2025.
Peristiwa astronomi langka ini dapat diamati di seluruh wilayah tanah air tanpa bantuan alat khusus.
Namun, fenomena ini juga berpotensi memicu pasang maksimum yang bisa berdampak pada banjir rob di daerah pesisir.
Kapan Gerhana Bulan Terjadi?
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, proses gerhana akan berlangsung cukup panjang.
Fase awal sebagian dimulai Minggu malam, 7 September 2025, pukul 23.27 WIB (00.27 WITA, 01.27 WIT).
Puncak gerhana diperkirakan terjadi pada Senin dini hari, 8 September 2025, pukul 01.11 WIB (02.11 WITA, 03.11 WIT).
Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin, menegaskan fenomena ini bisa diamati langsung dengan mata telanjang.
“GBT (Gerhana Bulan Total) bisa teramati di Indonesia pada 7 September 2025 malam sampai dini hari 8 September 2025, mulai pukul 23.27.02 WIB sampai pukul 02.56.26 WIB. Fase total terjadi pukul 00.30.31 sampai 01.52.47,” ujarnya. Kamis, (4/9/2025).
Seluruh Indonesia Bisa Menyaksikan
BMKG memastikan, seluruh wilayah Indonesia berkesempatan menyaksikan Blood Moon, meski waktu pengamatan bergantung pada zona waktu. Di WIB, puncak gerhana berlangsung sekitar pukul 01.30; di WITA sekitar pukul 02.30; dan di WIT sekitar pukul 03.30.
Planetarium Jakarta di Taman Ismail Marzuki (TIM) bahkan mengumumkan acara pengamatan khusus. Bagi masyarakat yang tidak bisa hadir langsung, BMKG menyiarkan fenomena ini melalui kanal YouTube resminya.
Mengapa Disebut Blood Moon?
Fenomena ini disebut Blood Moon karena bulan tampak merah pekat saat memasuki bayangan total Bumi. Penjelasan ilmiah disampaikan Thomas Djamaluddin:
“Gerhana bulan total sering disebut sebagai blood moon atau bulan merah darah. Hal tersebut terjadi karena Bulan tergelapi bayangan Bumi. Namun Bulan tidak gelap total, karena ada pembiasan Matahari oleh atmosfer Bumi. Hanya cahaya merah yang diteruskan karena cahaya biru dihamburkan,” jelasnya.
Menurut NASA, cahaya merah-oranye ini muncul karena atmosfer Bumi bekerja seperti prisma raksasa. Fenomena itu dikenal sebagai hamburan Rayleigh, yang juga membuat langit tampak biru dan matahari terbit atau terbenam berwarna jingga.
Imbauan Kemenag: Shalat Khusuf dan Doa untuk Bangsa
Kementerian Agama (Kemenag) melalui Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad, mengimbau umat Islam melaksanakan salat gerhana bulan (Salat Khusuf) saat fenomena terjadi.