Suasana hangat semakin terasa saat seluruh peserta menikmati hidangan tradisional nasi liwet, rebusan singkong, dan jagung bakar dalam suasana balakecrakan.
Momen sederhana ini menjadi penegas bahwa pelestarian budaya tidak hanya melalui kata, tetapi juga lewat kebersamaan dan tindakan nyata.
Ketua Dewan Kebudayaan Kabupaten Ciamis, Dr. H. Yat Rospia Brata (Kang Iyat), menegaskan kegiatan ini harus berlanjut dan tidak berhenti di seremoni semata.
“Kami harap para pengusaha, termasuk Pak Haji Wahyu, bisa ikut merawat pohon yang sudah ditanam minimal sebulan sekali. Jika dirawat dengan baik, manfaatnya akan luar biasa, baik untuk lingkungan maupun ekonomi masyarakat,” tutur Kang Iyat.
Ia menambahkan, Dewan Kebudayaan akan membentuk tim pemantau khusus untuk memastikan keberlanjutan program.
“Setiap kunjungan ke Situs Karangkamulyan nantinya diharapkan menjadi ajang edukasi agar masyarakat memahami pentingnya menjaga situs sejarah dan alam,” ujarnya.
Kang Iyat juga menekankan pentingnya pengelolaan situs sesuai aturan zonasi Dinas Lingkungan Hidup, agar nilai sejarah tetap terjaga.
“Situs ini adalah paru-paru daerah sekaligus pusat spiritual masyarakat Galuh. Sudah sepatutnya kita rawat dengan bijak dan penuh tanggung jawab,” pungkasnya.
Balakecrakan di Situs Karangkamulyan menjadi bukti bahwa pelestarian budaya tidak harus terpisah dari pelestarian alam.
Dari penanaman pohon hingga kebersamaan masyarakat, kegiatan ini menjadi pengingat bahwa menjaga warisan leluhur juga berarti menjaga masa depan bumi dan generasi yang akan datang.