Akan tetapi, BMKG menegaskan bahwa fenomena Aphelion bukan penyebab utama suhu dingin. Penyebab yang lebih dominan justru adalah:
Angin Monsun Timur: Massa udara kering dan dingin yang berasal dari Australia bertiup ke wilayah Indonesia selama musim kemarau.
Minim Awan: Langit yang cerah pada malam hari memungkinkan panas yang tersimpan di permukaan Bumi lepas lebih cepat ke atmosfer, membuat suhu turun drastis.
Radiasi Malam Lebih Intens: Ketika tidak banyak tutupan awan, radiasi panas dari permukaan bumi dengan mudah dipancarkan kembali ke luar angkasa.
Dengan demikian, pendinginan malam hari adalah fenomena meteorologis biasa di musim kemarau, bukan akibat langsung dari Aphelion.
Mengapa Penting untuk Mengetahui Fenomena Ini?
Meskipun tidak berbahaya, mengenal fenomena seperti Aphelion membuat kita semakin sadar akan dinamika langit dan posisi Bumi dalam sistem Tata Surya.
Kita menjadi paham bahwa perubahan musim dan suhu di Bumi bukan hanya soal jarak ke Matahari, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh kemiringan sumbu rotasi Bumi dan pola angin global.
Lebih lanjut, pengetahuan ini juga bisa mencegah penyebaran informasi keliru yang menyebut Aphelion sebagai “penyebab cuaca ekstrem” atau “ancaman perubahan suhu mendadak”.
Fenomena yang Menarik, Bukan Mengkhawatirkan
Fenomena Aphelion Juli 2025 memang menarik dari sisi astronomi, karena menunjukkan bagaimana orbit elips Bumi bekerja secara periodik.
Namun, dari sudut pandang kehidupan sehari-hari, fenomena ini tidak berdampak langsung pada cuaca di Indonesia.
Jadi, meskipun Bumi sedang berada di titik terjauh dari Matahari, Anda tidak perlu khawatir.
Suhu dingin yang Anda rasakan lebih merupakan dampak dari musim kemarau dan faktor atmosfer lokal.
Tetap nikmati malam yang sejuk, dan sambil memandang langit cerah, ingatlah: kita hidup di planet yang bergerak dalam harmoni luar biasa di semesta ini.